Captain America: Civil War – Superhero vs Superhero

Aksi para Earth’s Mightiest Heroes dalam memberantas kejahatan sedikit banyak memiliki efek buruk yaitu jatuhnya korban jiwa, terutama dalam aksi mereka di Sokovia. Para pemimpin dunia langsung mengambil tindakan tegas dengan membatasi para Avengers melakukan aksi heroiknya. Di sinilah sepercik api masalah mulai menampakkan dirinya. Captain America (Chris Evans) menolak untuk mengikuti cara pemerintah sedangkan Iron Man (Robert Downey Jr.) justru sebaliknya, menyetujui rencana pemerintah. Keadaan semakin kacau setelah Capt. mengetahui kalau sahabat baiknya, Bucky “The Winter Soldier” Barnes (Sebastian Stan) ternyata menjadi tersangka utama dalam aksi terorisme.

Harus diakui, Civil War memiliki tone yang sedikit kelam dibandingkan dengan film superhero Marvel lainnya. Para tokoh di sini tidak ada yang 100% benar. Sebagian ada di wilayah abu-abu. Seperti Steve Rogers a.k.a Captain America yang biasanya selalu mengutamakan keadilan di atas segalanya, kali ini ia mendapat cobaan yang berat dalam mengambil keputusan. Dia tahu Bucky merupakan tersangka utama dari aksi terorisme tapi dia juga merupakan sahabat baiknya bahkan sebelum Steve menjadi seperti sekarang ini. Pun begitu halnya dengan Black Widow, yang terpaksa mengejar Steve walaupun dia adalah sahabatnya sendiri. Dan Civil War berhasil menghadirkan alasan yang kuat, mengapa akhirnya mereka berseteru sampai membuat Capt. melawan separuh anggota Avengers.

Civil War tidak hanya sekedar aksi Capt. melindungi sahabatnya. Ini merupakan perbedaan ideologi yang besar antara Team Capt. dan Team Iron Man, apalagi kita tahu bahwa Stark dan Steve tidak pernah benar-benar terlihat akur dan hal itu ditunjukkan di dua seri Avengers. Steve tidak ingin aksinya memberantas kejahatan diatur oleh pemerintah karena ia berpikir jatuhnya korban jiwa dalam sebuah perang itu adalah hal yang wajar, sementara Stark setuju dengan gagasan pemerintah karena ia sendiri pernah disalahakan atas aksi heroiknya di Sokovia.

Memang harus diakui, Civil War mempunyai kualitas di bawah Captain America: The Winter Soldier yang memiliki naskah yang sangat solid. Civil War menderita di bagian naskah terutama pada sepertiga akhir setelah pembukaan yang begitu keren. Untungnya dari departemen akting, para pemain Civil War berhasil menghidupkan karakter yang memiliki pergolakan batin karena harus melawan temannya sendiri, dan tentunya kehadiran dua anggota baru Marvel, Black Panther (Chadwick Boseman) dan si laba-laba cerewet, Spiderman (Tom Holland). Spiderman dan Ant-Man (Paul Rudd) berhasil memberikan unsur komedi sehingga kesan serius dan kelam bisa sedikit diminimalisir. Black Panther dalam penampilan perdananya benar-benar memberikan kesan badass, sama seperti Spiderman saat muncul untuk pertama kalinya dengan penuh gaya.

Civil War memang masih kalah dari The Winter Soldier tapi Russo bersaudara selaku sutradara berhasil menyuguhkan aksi pertarungan terbaik yang pernah dibuat dalam sejarah adaptasi film superhero, contohnya aksi di landasan pesawat terbang. Kehadiran Spiderman dan Black Panther pun tidak hanya sekedar numpang lewat saja. Terutama Spiderman yang memiliki porsi cerita tersendiri dengan dilema bocah ABG yang bingung ingin lebih dulu memberantas kejahatan atau mengerjakan pekerjaan rumah.

Civil War bukanlah mini Avengers meski melibatkan banyak anggota Avengers (minus Thor dan Hulk). Ini tetaplah kisah mengenai Steve Rogers yang mengalami dilema untuk mengambil keputusan sulit. Walaupun Civil War berlandaskan aksi superhero melawan superhero, film ini juga masih mempunyai sosok villain misterius bernama Helmut Zemo (Daniel Bruhl) yang sayangnya tidak memiliki motif yang besar sebagai villain utama ditambah dengan kehadirannya yang ternyata masih kalah antagonis dibanding dengan Steve Rogers dan Tony Stark sendiri. Dan sebagai pembuka Phase 3, Civil War berhasil menjadi awal yang bagus.