Coffee Break
Sejarah Smartphone Lipat

Gagasan tentang perangkat portabel yang dapat dilipat layaknya buku telah lama menghiasi imajinasi para ilmuwan dan penulis fiksi ilmiah. Namun, mewujudkan visi futuristik ini ke dalam bentuk smartphone yang ringkas dan fungsional membutuhkan waktu yang cukup panjang, diwarnai dengan berbagai eksperimen, tantangan teknologi, dan akhirnya, terobosan inovatif.
Jauh sebelum layar sentuh kapasitif mendominasi, konsep perangkat lipat telah dieksplorasi dalam berbagai bentuk. Pada awal tahun 2000-an, beberapa pabrikan mencoba menghadirkan perangkat dengan dua layar yang dihubungkan oleh engsel fisik.
Perangkat seperti Kyocera Echo (2011) dan Sony Tablet P (2011) menawarkan pengalaman multitasking yang unik dengan dua layar terpisah, meskipun belum sepenuhnya mewujudkan konsep layar lipat tunggal yang mulus. Tantangan utamanya kala itu adalah integrasi perangkat lunak yang optimal untuk memanfaatkan dua layar dan menghilangkan bezel yang mengganggu pengalaman visual.

Sony Tablet P (2011)
Era modern smartphone lipat mulai mendapatkan momentumnya pada akhir 2010-an. Setelah bertahun-tahun melakukan riset dan pengembangan yang intensif, para pabrikan mulai mengatasi kendala teknis terkait fleksibilitas layar, daya tahan engsel, dan optimasi perangkat lunak.
Royole FlexPai (2018) seringkali disebut sebagai smartphone lipat komersial pertama. Meskipun kehadirannya di pasar terbilang terbatas dan mendapat kritikan soal kualitas dan daya tahan, FlexPai menjadi penanda penting bahwa teknologi layar fleksibel telah mencapai tahap yang memungkinkan untuk diimplementasikan pada perangkat konsumen.
Setahun berikutnya, Samsung Galaxy Fold (2019) hadir dengan desain yang lebih matang dan ambisius. Dengan layar utama yang melipat ke dalam dan layar sekunder di bagian luar, Galaxy Fold menawarkan pengalaman transisi yang mulus antara penggunaan smartphone konvensional dan tablet mini. Meskipun peluncurannya sempat tertunda akibat masalah daya tahan layar, Galaxy Fold menandai babak baru dalam evolusi smartphone serta memicu minat besar dari konsumen dan industri.
Tidak lama berselang, pabrikan gadget lain seperti Huawei dengan Mate X (2019) dan Motorola dengan Razr (2019) turut meramaikan pasar smartphone lipat dengan pendekatan desain yang berbeda. Mate X mengadopsi desain lipat keluar, sementara Razr menghidupkan kembali desain ikonik ponsel lipat clamshell dengan layar OLED fleksibel.
Sejak saat itu, teknologi smartphone lipat terus berkembang pesat. Generasi berikutnya dari perangkat lipat menawarkan layar yang lebih tahan lama, engsel yang lebih kokoh, performa yang lebih bertenaga, dan pengalaman perangkat lunak yang semakin optimal. Perusahaan seperti Samsung dengan lini Galaxy Z Fold dan Z Flip, Huawei dengan Mate Xs dan Mate X2, serta pendatang baru seperti Oppo dengan Find N dan Vivo dengan X Fold terus berinovasi menghadirkan perangkat lipat dengan berbagai peningkatan fitur dan desain yang semakin menarik.
Meskipun masih tergolong sebagai produk premium dengan harga yang relatif tinggi, smartphone lipat menunjukkan potensi besar untuk merevolusi cara kita berinteraksi dengan perangkat seluler. Smartphone lipat saat ini merepresentasikan perangkat ringkas yang dapat bertransformasi menjadi layar yang lebih besar untuk multimedia, produktivitas, dan gaming menawarkan fleksibilitas yang belum pernah ada sebelumnya.
Ke depannya, inovasi lebih lanjut dalam teknologi layar fleksibel, desain engsel yang lebih canggih, dan penurunan harga yang akan membuat smartphone lipat semakin terjangkau dan populer. Dari sekadar konsep futuristik, smartphone lipat kini telah menjadi kenyataan yang terus berkembang, membuka babak baru dalam sejarah komunikasi dan komputasi portabel.
