News
Starlink Jadi Tumpuan di Pedesaan Tapi….
Setelah setahun mengudara di Indonesia dengan segala kontroversinya, Starlink mampu memberikan layanan yang cukup baik terutama di daerah-daerah terpencil. Selama setahun ini Starlink memang memiliki kekuatan jaringan yang baik di daerah-daerah rural terutama di wilayah Indonesia timur. Sehingga Starlink mampu menjembatani kekurangan layanan menggunakan sambungan seluler maupun FWA.
Dari data yang dikeluarkan oleh perusahaan analitik jaringan seluler internasional, Opensignal, terungkap bahwa Starlink mampu menjembatani kesenjangan digital. Dalam laporan terbaru ini, Opensignal menyoroti hadirnya Starlink di Indonesia yang berhasil mengisi kesenjangan yang belum terjangkau oleh fiber dan 5G.
Di Indonesia sendiri, peran Starlink sejauh ini lebih bersifat melengkapi daripada mengganggu. Starlink memperluas konektivitas di area yang tidak dapat dijangkau jaringan terestrial. Namun, biaya yang sangat tinggi membuat Starlink tetap di luar jangkauan banyak orang yang ingin dilayaninya, meskipun ia menghubungkan wilayah terpencil secara fisik.
Hal ini karena Starlink sebagian besar digunakan di daerah pedesaan, dari data Opensignal menunjukkan bahwa hampir 60% pengguna Starlink berada di daerah pedesaan di Indonesia, dibandingkan dengan hanya 24% untuk FWA dan 7% untuk layanan telepon tidak bergerak, yang jauh lebih terkonsentrasi di perkotaan.
Beda Starlink dan Operator Seluler
Beberapa daerah pedesaan di Indonesia masih berjuang untuk mendapatkan konektivitas karena banyak kabupaten di wilayah seperti Kalimantan, Maluku, dan Papua mengalami lebih dari 5% waktu tanpa sinyal seluler. Hal ini membuka peluang bagi penyebaran Starlink dan FWA untuk mempersempit kesenjangan konektivitas antara perkotaan dan pedesaan.
Betapapun canggihnya layanan Starlink namun harga tetap menjadi penghalang karena harga yang tinggi menghambat adopsi secara luas. Biaya perangkat keras (Rp 4,75 juta / US$291) dan data yang tinggi dari Starlink masih menjadi penghalang utama untuk adopsi massal, terutama di rumah tangga pedesaan. Sementara itu, FWA tetap menjadi alternatif yang lebih terjangkau untuk rumah tangga pada umumnya.
Mahalnya penggunaan layanan Starlink ini sangat mencolok jika dibandingkan dengan upah minimum rata-rata per bulan yang hanya Rp 3,09 juta. Hal ini semakin diperparah dengan penerapan tarif sesuai dengan hukum ekonomi yang membuat harganya semakin mahal ketika permintaan membeludak. Bagi sebagian besar rumah tangga, terutama di daerah pedesaan di mana penghasilan lebih rendah, Starlink tetap tidak terjangkau. Sehingga layanan bagus namun harga tak terjangkau adalah sia-sia.

kabupaten-kabupaten di Kalimantan, Maluku, dan Papua mencatat proporsi waktu yang lebih tinggi tanpa sinyal seluler, dengan beberapa daerah melebihi 5% waktu tanpa konektivitas.