Connect with us

News

Pengorbanan Wujudkan “Tol Langit” Mulai dari Dana Hingga Nyawa

Published

on

Istilah Tol Langit pertama kali dipopulerkan oleh Menkominfo Rudiantara beberapa tahun lalu, hingga kini istilah itu terus berusaha diwujudkan sehingga tak lagi menjadi angan-angan.  Tol Langit yang berarti infrastruktur digital yang menghubungkan seluruh wilayah Indonesia ini terus berusaha diwujudkan oleh pemerintah melalui BAKTI Kominfo.  Tol kasat mata ini bakal membuat seluruh masyarakat Indonesia menerima layanan internet.

Pada tahun 1997 di era orde baru, Jonathan Para’pak yang merupakan Sekretaris Jenderal Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi sesungguhnya sudah menggaungkan pembangunan infrastruktur digital ini.  Kini “Tol Langit” sudah semakin menjadi kenyataan dengan proyek Palapa Ring.  Namun dibalik terbangunnya proyek Palapa Ring yang dibagi dalam tiga wilayah ini, tersimpan banyak cerita menyedihkan dalam pembangunannya.

Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh BAKTI Kominfo, Galumbang Menak yang merupakan Presiden Direktur Moratelindo mengungkapkan banyak pengorbanan termasuk nyawa dalam pembangunan Palapa Ring terutama wilayah timur yang meliputi wilayah Maluku dan Papua.  Tak hanya karena letak geografis yang sulit namun juga gangguan keamanan yang diperoleh dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.  Galumbang mengungkapkan beberapa pekerja meninggal serta juga para anggota keamanan yang mengawal.

Seperti diketahui bahwa kesenjangan digital di Indonesia masih sangat lebar antara satu wilayah dengan wilayah lain terutama di wilayah Indonesia Timur.  Kini 73,7% penduduk Indonesia sudah melek internet sedangkan sisanya belum mendapatkan dan merasakan layanan internet.  Wilayah Papua, Maluku dan Nusra menjadi daerah dengan penetrasi internet paling kecil hanya 2,2% (Papua) dan 3,9% untuk wilayah Bali dan Nusra.  Padahal wilayah Jawa memiliki penetrasi hingga 41,7% dan Sumatera hingga 16,2% meskipun masih ada juga beberapa wilayah di Jawa dan Sumatera yang juga belum terjangkau internet.

BAKTI menjadi satu-satunya pihak sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk membangun infrastruktur karena tidak mungkin mengharapkan pihak swasta.  Hal ini karena membangun infrastruktur di daerah 3T sangat tidak menguntungkan secara bisnis.  Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif memberi contoh jika satu desa yang berisi 25 KK dibangun satu buah menara telekomunikasi membutuhkan biaya ratusan juta rupiah, maka 25 KK yang ada hanya bisa memberikan revenue Rp 15 juta atau maksimal Rp 50 juta sehingga sangat tidak menguntungkan.  Karenanya bagaimanapun juga hanya pemerintah yang bisa turun tangan.