Connect with us

News

Ternyata Grab Lebih Populer Ketimbang Go-Jek

Published

on

Persaingan antara Grab dan Go-Jek di Indonesia kini semakin seru.  Kedua pemain di industri transportasi online (ride-hailing) ini menjadi pemain utama di Indonesia setelah Uber diakuisisi Grab.  Dari sisi pemodalan keduanya seperti melakukan jor-joran dengan meraup berbagai investasi dari investor triliunan rupiah.  Hal ini membuat Go-Jek dan Grab menjadi perusahaan penyedia Iayanan ride-hailing terbesar di Asia Tenggara. Bahkan Gojek yang merupakan start-up unicorn asal Indonesia sebentar lagi akan naik kelas menjadi Decacorn yang memiliki valuasi hingga US$ 10 miliar.

Namun makin populernya kedua perusahaan tersebut tak hanya memiliki manfaat bagi pengguna, operator dan driver, namun juga membuat permasalahan baru.  Permasalahan yang timbul bisa kepada pelanggan maupun kecurangan yang dilakukan oleh pengemudi.  Spire Research and Consulting, salah satu perusahaan riset terkemuka global yang berpusat di Tokyo. Jepang, belum lama ini melakukan studi terhadap pengemudi dan konsumen untuk mencari tahu preferensi terhadap penyedia Iayanan transportasi online dari berbagai aspek, seperti consumer awareness, frekuensi penggunaan, dan preferensi dalam menggunakan Iayanan e-money1. 

Dari survey tergambar bahwa konsumen lebih banyak menggunakan Grab, setidaknya hingga kuartal 4/2018. Sebanyak 34% pengguna GrabCar, salah satu layanan dari Grab, menyebutkan bahwa mereka menggunakan layanan itu sebanyak 3-4 kali per minggu. Sementara itu, 25% pengguna Go-Car cenderung hanya menggunakan layanan sebanyak 1-2 kali dalam seminggu.  Untuk transportasi roda dua, Go-Ride masih menjadi pilihan utama pengguna transportasi online yang sebanyak 64% menggunakannya hingga 1-2 kali sehari, sedangkan pemilih GrabBike yang menggunakan 1-2 kali daIam sehari ada 58%.

Untuk layanan online food delivery, Go-Food masih memimpin dengan 35% responden menyebutkan bahwa Go-Food merupakan layanan yang paling sering mereka gunakan. Sementara 27% responden menyatakan memilih GrabFood.

“Temuan paling menarik dari studi kami adalah adanya kecurangan (fraud) yang cukup besar dan bagaimana pandangan para pengemudi (driver) terhadap hal tersebut,” ungkap Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting, di Jakarta, Selasa (29/1).

Namun dari studi ini juga nampak banyaknya kecurangan (fraud) yang dilakukan pengemudi.  Dan sayangnya, dalam studi ini fraud di kalangan pengemudi (driver) sudah menjadi rahasia umum. Di 2018, dari para pengemudi Go-Jek sendiri yang disurvei, 60% di antaranya mengaku pernah melakukan fraud untuk meningkatkan jumlah order mereka yang akan berpengaruh pada bonus dan pendapatan harian yang mereka terima. Di sisi Iain, meski pengemudi Grab tak terbebas dari praktik fraud, namun jumlahnya lebih sedikit, yakni kurang dari 10%. 

Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting, di Jakarta
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *