News
Industri Telko Indonesia Tetap Kuat Ditengah Isu Resesi dan Perlambatan Ekonomi

Tahun 2022 sudah hampir berakhir dan akan berganti ke tahun 2023. Pergantian tahun sejatinya merupakan hal yang biasa namun selalu diwaspadai oleh dunia usaha terkait iklim berusaha di tahun berikutnya. Tahun 2023 banyak dianggap sebagai tahun yang sulit bagi dunia karena pada tahun 2023 banyak yang memperkirakan dunia akan mengalami resesi. Hal ini terlihat dari negara-negara maju yang selama ini menjadi kekuatan ekonomi dunia menunjukkan pelemahan ekonomi seperti Inggris yang mengalami inflasi sebesar 11,1% pada Oktober 2022 lalu yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah ekonomi Inggris.
Begitu pula dengan Amerika Serikat yang juga mengalami hal yang serupa dengan Inggris, yang ditandai dengan kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Feds yang pada November kemaring mencapai 3,75% hingga 4%. Para analis bahkan memperkirakan suku bunga The Feds akan mencapai diatas 5% yang sekaligus sebagai penanda hadirnya resesi. Resesi karena kenaikan suku bunga akan mendorong kenaikan harga yang ujung-ujungnya akan membuat inflasi melambung. Kondisi ini akan menurunkan daya beli masyarakat dan akhirnya akan membuat ekonomi Amerika Serikat menjadi sulit.
Lalu bagimana dengan dengan Indonesia? Kondisi ekonomi Indonesia sesungguhnya tak begitu mengkhawatirkan karena fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat. Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Techbiz.id, Ekonom INDEF Nailul Huda mengungkapkan bahwa nampaknya Indonesia tidak akan mengalami resesi seperti yang dikawatirkan banyak pihak pada tahun 2023 mendatang. Hanya saja Ekonomi Indonesia akan mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi dampak dari resesi yang dialami negara-negara maju terutama negara tujuan ekspor Indonesia.
Tingginya impor seperti bahan-bahan makanan dan minyak memicu pelemahan rupiah sekaligus memicu inflasi. Kenaikan inflasi ini membuat konsumsi rumah tangga menurun karena harga yang meningkat. Nailul Huda juga mencontohkan masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap kedelai dari Amerika Serikat membuat industri tempe dan tahu yang menjadi makanan utama Indonesia terdampak karena harga kedelai yang mahal. Ekonomi Amerika Serikat yang tertekan membuat rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat sekaligus membuat harga bahan-bahan yang diimpor dari Amerika Serikat menjadi melonjak.
Lalu bagimana dengan industri telko Indonesia? Senada dengan Nailul Huda, Ketua umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno bahwa induatri telko akan cukup kuat meskipun ada perlambatan. Hal ini karena selama ini industri telko bergantung pada inflasi dan kurs dollar karena hutang untuk belanja modal dalam bentuk dollar sedangkan pendapatan dalam bentuk rupiah. Meski sulit Sarwoto mengungkapkan bahwa sesungguhnya industri telko akan tetap kuat namun harus tetap dijaga.
Konsolidasi operator seluler yang sudah dilakukan dapat memperkuat industri secara umum karena persaingannya yang lebih sehat. Operator seluler pun dapat membangun infrastrukturnya dengan lebih baik lagi karena secara finansial akan menjadi lebih kuat setelah konsolidasi. Meski demikian daya beli masyarakat kita terhadap layanan broadband masih rendah karena masyarakat kita rata-rata melakukan belanja internet rata-rata sebesar 12GB per bulan padahal di negara maju rata-rata belanja internet sebesar 100GB per bulan.
Sarwoto juga mengungkapkan bahwa konstelasi politik yang semakin dinamis karena segera memasuki tahun politik akan mendongkrak belanja internet. Hal ini merupakan peluang bagi industri telko untuk meraup keuntungan di tahun politik. Apalagi para politisi juga menggunakan media sosial sebagai sarana kampanye. Menyinggung 5G, Sarwoto pun menagis semua pihak untuk segera mengimplementasikan layanan ini secara masal mengingat 5G merupakan teknologi sudah kita bicarakan sejak 7 tahun yang lalu.
Dari dikusi ini dapat disimpulkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih sangat kuat apalagi ditopang oleh kuatnya sektor UMKM di Indonesia yang terbukti tahan banting. Insya Allah ekonomi Indonesia tahun depan akan tetap baik-baik saja dan tidak akan mengalasmi resesi namun akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Para pembicara diskusi diantaranya Ketua umum Mastel, Sarwoto dan ekonom INDEF Nailul Huda.
