News
Barang Impor atau Penjualan Melalui Media Sosial, Siapa Biang Keroknya
Beberapa waktu lalu gemuruh keluh kesah para UMKM yang sepi pembeli ramai terutama di dunia maya dan berbagai pemberitaan media masa. Hal ini karena makin merananya pedagang di pusat-pusat perbelanjaan yang terlihat dari makin banyaknya pedagang yang menutup kiosnya karena sepi pembeli dan berakibat ketidak mampuan membayar sewa kios. Keluh kesah para pedagang seperti di Pasar Tanah Abang ini semakin ramai ketika para menteri seperti Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki hingga Presiden datang berkunjung.
Para pedagang mengaku tidak bisa bersaing dengan para penjual yang memanfaatkan media sosial seperti TikTok untuk berjualan terutama dari sisi harga yang ditawarkan. Para pedagang di TikTok Shop mampu menawarkan produk seperti pakaian dan fashion dengan harga yang sangat murah dibanding dengan harga yang dijual oleh para pedagang di pasar. Lalu mengapa harga yang ditawarkan para pedagang di TikTok Shop bisa lebih murah? Ternyata jawabannya adalah karena produk yang mereka jual adalah produk impor utamanya dari Tiongkok.
Sejak dulu produk Tiongkok memang jauh lebih murah dibanding produk dari negara lain termasuk Indonesia. Lalu mengapa harga barang impor dari Tiongkok bisa lebih murah? Hal ini karena Tiongkok memiliki industri yang sudah sangat maju dengan biaya produksi yang sangat efisien mulai dari upah buruh hingga regulasi dan insentif yang diberikan pemerintah Tiongkok. Industri Tiongkok memnga sejak dulu didesain sebagai industri besar yang orientasinya ekspor. Sehingga pemerintah memberikan banyak insentif bahkan cenderung protektif pada produknya.
Dengan Indonesia, Pemerintah Tiongkok membuat perjanjian yang sepertinya seimbang namun kenyataanya malah timpang. Indonesia dan Tiongkok saling membuka lebar keran impor mereka yang berarti bahwa produk Indonesia bisa leluasa masuk ke Tiongkok dan begitu pula sebaliknya. Namun ternyata produk Tiongkok jauh lebih banyak yang masuk ke Indonesia ketimbang produk Indonesia yang masuk ke Tiongkok mulai dari produk pertanian hingga produk elektronik dan otomotif.
Tak hanya itu, Tiongkok yang dulu sangat rekat dengan cap sebagai peniru membuat mereka kini semakin kreatif dan inovatif dalam membuat barang. Produk Tiongkok sangat market oriented, artinya mereka akan membuat produk yang menjadi kebutuhan pasar termasuk di Indonesia. Itulah mengapa jika kita ke pusat-pusat perbelanjaan terdapat toko besar yang menjual berbagai peralatan dan perlengkapan rumah tangga mulai dari jam dindin hingga mesin pemotong rumput, dan hampir semuanya merupakan barang yang duimpor dari Tiongkok.
Menurut Rio Indra Gunawan selaku HOD Logistics MR.DIY, dalam wawancara tertulisnya dengan redaksi TPLUS Magazine mengungkapkan, “Secara umum ada kemudahanan import dari pemerintah dengan pengurangan bea masuk untuk barang tertentu, di Asean ada certificate of Origin dimana jika menggunakan certificate tsb akan mendapat pengurangan bea masuk untuk barang tertentu, certificate tsb bersifat keberterimaan artinya nanti indonesia juga mengeleuarkan cerificate yg sama dan saat import di negara tujuan akan mendapat pengurangan bea masuk juga.”
MR.DIY merupakan salah satu retailer yang menjual beragam barang kebutuhan sehari hari termasuk kebutuhan rumah tangga mulai dari paku hingga mesin gergaji. Barang yang dijual MR.DIY 70% merupakan produk Impor dimana 90%nya merupakan produk dari Tiongkok. Rio menyebutkan mengapa mereka menjual banyak produk impor karena produk Tiongkok sangat murah bahkan jauh lebih murah dari produk Indonesia dan inovatif sehingga disukai oleh konsumennya. Meski demikian MR.DIY tetap menjual produk UMKM walaupun lebih karena aturan pemerintah.
Keputusan pemerintah Indonesia melarang penjualan barang melalui platform media sosial seperti TikTok Shop memang patut dilakukan demi melindungi para UMKM meskipun tak sepenuhnya benar. Hal ini karena pengguna TikTop Shop yang jutaan ini juga berpotensi tak bisa memperoleh pemasukan. Keputusan pemerintah ini dirasa tepat namun sesungguhnya akar permasalahan bukan semata-mata karena menjual melalui platform media sosial namun karena barang mereka jual merupakan barang impor dari Tiongkok yang harganya jauh lebih murah tadi.
Pemberian insentif dari TikTok kepada penjualnya seperti aneka promo potongan serta gratis ongkos kirim semakin membuat masyarakat tertarik untuk berbelanja di TikTok Shop karena harganya yang jauh lebih murah. Sedangkan pedagang UMKM yang ada di pasar-pasar tak ada yang memberikan insentif potongan harga.
Sesungguhnya banyak UMKM yang yang juga menjual dagangannya melalui media sosial namun barang yang mereka jual merupakan produk dalam negeri yang harganya lebin mahal dibanding produk impor terutama dari Tiongkok. Beberapa pedagang mengaku mereka tidak bisa bersaing dengan para pedagang online yang menjual barang impor karena harga jualnya saja sudah kalah dan tidak bisa bersaing. Jadi sesunggunya apa yang menjadi pesaing UMKM kita, pedagang online atau produk impor yang harganya lebih murah?