Connect with us

News

Masih Saja Adu Murah Tarif Layanan, Kapan Mau Cuan?

Published

on

Operator seluler kini tinggal empat operator setelah Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri bergabung.  Makin sedikitnya operator seluler semakin mendekatkan cita-cita di Indonesia hanya ada tiga operator seluler.  Konsolidasi operator seluler sangat penting karena akan menghemat spektrum dan juga operasional.  Konsolidasi juga memberikan dampak perluasan jaringan yang semakin baik hingga pelosok Indonesia.  Karena yang tadinya dalam satu area terdapat beberapa BTS kini bisa lebih sedikit dan bisa dialokasikan ke daerah lain yang belum tersentuh layanan seluler terutama internet.

Namun semuanya itu tak semudah yang dibayangkan karena banyak faktor termasuk ego sektoral serta persaingan bisnis.  Beberapa tahun lalu Indosat Ooredoo yang saat itu dipimpin oleh Alexander Rusli, mendorong agar sharing BTS bisa terlaksana.  Namun karena masalah hitung-hitungan bisnis yang tidak nyambung membuat hal ini tidak bisa terlaksana hingga kini.  Apalagi operator seluler yang sudah memiliki infrastruktur banyak sangat keberatan infrastrukturnya digunakan operator lain.  Dan yang masih menjadi pekerjaan rumah hingga kini adalah masalah penerapan tarif yang masih liar dan kurang terkontrol bahkan menjuruh ke perdant tarif.

Pada dasarnya tarif mural memang menguntungkan konsumen karena masyarakat semua kalangan bisa terjangkau dan bisa menikmati layanan seluler termasuk masyarkat kelas bawah.  Namun ada efek negatif yang terjadi jika perang tarif ini terus terjadi yaitu pendapatan yang supit digenjot.  Jika pendapatan yang diperoleh tak bisa digenjot maka operator seluler akan sulit meningkatkan belanja modalnya untuk memperbaiki kualitas layanannya seperti untuk membangun infrastruktur.  Operator seluler kini nampak terus menggenjot jumlah pelanggan dengan iming-iming tarif murah atau promo.

Dalam laporan tahunannya yang dirilis beberapa maktu lalu, nampak Indosat Ooredoo pada 2021 lalu sebelum menjadi Indosat Ooredoo Hutchison melaporkan peningkatan jumlah pelanggannya.  Total pelanggan Indosat Ooredoo pada 2021 meningkat 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 62,9 juta.  XL Axiata dalam laporannya juga mencatat jumlah pelanggan hingga akhir tahun 2021 ada sebanyak 57,9 juta.  Dan saat ini untuk memperoleh pelanggan baru makin sulit karena jumlah pelanggan seluler di Indonesia sudah mencapai 360 juta pelanggan dan melebihi jumlah penduduk Indonesia yang hanya 270 juta jiwa termasuk balita.

Rebutan pelanggan pun akan memberikan dampak, karena jika satu operator seluler berhasil menambah jumlah pelanggan maka akan mengurangi pelanggan operator seluler lainnya.  Merger juga tak serta merta akan menambah jumlah pelanggan malah akan mengurangi pelanggan karena yang dulunya memiliki dua nomer dengan dua operator seluler maka kini mungkin akan menggunakan satu nomor saja karena kedua operator tersebut menjadi satu.

Dikutip dari Kompas.com, pengamat telekomunikasi Hendro Wiyono mengungkapkan bahwa masalah besarnya bukan di jumlah pelanggan, melainkan di cara operator menarik pelanggan baru dengan promo, banting-bantingan harga layanan, harga data, padahal kesetiaan pelanggan kini sudah agak luntur. Ketika promo selesai, proses churn akan terjadi, pelanggan akibat promo akan pindah ke operator lain yang sedang berpromo, dan ini dampak kompetisi yang tajam.

Model bisnis seperti ini sama saja dengan “bakar uang” karena meneraptan tarif promo terus menerus akan membuat operator seluler memiliki laba yang sedikit yang berakibat akan menyulitkan mereka untuk berkembang.  Di jaman yang semua lini masut ke era digital ini akan membuat operator kesulitan untuk memenuhi permintaan pelanggan jika masih menerapkan tarif yang adu murah sesama operator seluler.  Namun dukungan finansial yang kuat dari perusahaan induk membuat operator seluler seperti nyaman-nyaman saja mencatat laba yang sedikit, bahkan ada yang merugi terus menerus namun tetap jalan.   

Masalah lainnya adalah bahwa perang tarif ini membuat operator enggan membangun infrastruktur di daerah-daerah terpencil karena selama ini mereka hanya membangun infrastruktur yang hanya berkutat di kota-kota besar saja.  XL Axiata sejak beberapa tahun lalu juga sempat “memprotes” kebijakan operator seluler lainnya yang masih senang memberikan tarif promo kepada pelanggannya.

Dalam milis yang dikeluarkan oleh XL Axiata, Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini, mengatakan, “Kami telah membelanjakan capex yang lebih besar pada tahun 2021 ini untuk meningkatkan kualitas jaringan serta meningkatkan digitalisasi guna menghadirkan customer experience yang terbaik. Fokus kami bukan untuk merespon persaingan tarif layanan, tetapi lebih pada memberikan customer experience terbaik dan menciptakan nilai bagi pelanggan kami.”

Dian menambahkan, konsolidasi dalam industri akan positif untuk persaingan karena telah menciptakan struktur industri yang lebih seimbang. Ini berarti fokus para pelaku pasar mestinya lebih tertuju pada customer experience daripada memainkan tarif. Karena itu, investasi XL Axiata pada jaringan serta digitalisasi menjadi strategi perseroan guna menyajikan customer experience terbaik.  Namun hal ini juga bisa menyulitkan bagi XL Axiata jika memberlakukan tarif yang lebih mahal karena ada kemungkinan pelanggannya akan beralih ke operator seluler dengan tarif yang lebih murah.

Lalu bagimana dengan pemerintah selaku regulator terkait masalah perang tarif ini.  Pemerintah mengajukan RPP (rancangan peraturan pemerintah) berdasarkan UU Cipta Kerja, dimana operator seluler yang tidak mampu melayani semua desa/kelurahan, bakal kena denda sebesar Rp 2 miliar per desa.  RPP ini bakal ditentang oleh operator seluler wilayah operasionalnya hanya di kota-kota besar tadi karena secara ekonomi melayani daerah-daerah terpencil sangat tidak menguntungkan.

Karenanya campur tangan pemerintah melalui BAKTI Kominfo untuk membangun infrastruktur di daerah terpencil menjadi solusi.  Dan pemerintah telah menunjuk XL Axiata dan Telkomsel untuk mengisi jaringan seluler terutama 4G LTE di Daerah-daerah terpencil di Indonesia bersama BAKTI.  Semoga industri seluler di Indonesia ini dapat menjadi semakin sehat sehingga operator seluler dapat meningkatkan dan mengembangkan layanannya sekaligus pelanggan akan mendapatkan kualitas layanan yang maksimal.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *